Kajian Hari Anti Narkoba
1. Sejarah Hari Anti Narkoba
Penetapan 26 Juni sebagai Hari Anti Narkotika Internasional dicanangkan oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) pada 26 Juni 1988. Tanggal ini dipilih dengan mengambil momen pengungkapan kasus perdagangan opium oleh Lin Zexu (1785-1851) di Humen, Guangdong, Tiongkok.
Lin Zexu adalah pejabat yang hidup pada masa Kaisar Daoguang dari Dinasti Qing. Ia terkenal dengan perjuangannya menentang perdagangan opium di Tiongkok oleh bangsa-bangsa asing. Kala itu, Lin Zexu melihat negaranya semakin terpuruk karena harta negara terus mengalir ke Inggris untuk membeli obat terlarang, dan ada ketergantungan akan opium. Oleh karena itu, Lin bertekad menumpas obat terlarang. Usahanya ini akhirnya memicu Perang Candu antara Tiongkok dan Inggris.
2. Definisi narkoba
Narkoba singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba memiliki daya adiksi atau ketagihan, daya toleran, dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat kuat, sehingga menyebabkan pemakai narkoba tidak bisa lepas dari ketergantungannya terhadap narkoba.
3. Jenis- Jenis Narkoba
A. Narkotika
Zat atau obat yang berasal dari tanaman maupun bukan dari tanaman baik itu sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan dan perubahan kesadaran, mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri, dan menimbulkan ketergantungan. Narkotika terdiri dari tiga golongan, yaitu :
- Narkotika Golongan I
Hanya digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi. Berpotensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Heroin, Kokain, Ganja.
- Narkotika Golongan II
Untuk pengobatan sebagai pilihan terakhir, terapi, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Berpotensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Morfin, Petidin.
- Narkotika Golongan III
Untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi, pengembangan ilmu pengetahuan. Berpotensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : kodein
B. Psikotropika
Zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan perilaku dan perubahan khas pada aktivitas mental. Dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu :
- Psikotropika Golongan I
Hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan, tidak untuk terapi.
Memiliki sindrom ketergantungan kuat. Contoh: Ekstasi
- Psikotropika Golongan II
Untuk pengobatan, terapi, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Memiliki sindrom ketergantungan kuat, contoh : Amphetamine
- Psikotropika Golongan III
Untuk obat dan banyak digunakan sebagai terapi serta pengembangan ilmu pengetahuan. Memiliki sindrom ketergantungan sedang. Contoh : Phenobarbital
- Psikotropika Golongan IV
Untuk pengobatan dan dan banyak untuk terapi serta pengembangan ilmu pengetahuan. Memiliki sindrom ketergantungan ringan. Contoh : Diazepem, Nitrazepam
C. Zat Adiktif
Bahan atau zat yang berpengaruh psikoaktif diluar narkotika dan psikotropika, meliputi :
- Minuman beralkohol
Mengandung etanol etil alkohol, yang berfungsi menekan susunan saraf pusat dan jika digunakan secara bersamaan dengan psikotropika dan narkotika maka akan memperkuat pengaruh di dalam tubuh. Ada tiga golongan minuman beralkohol yaitu :
Golongan A : Kadar etanol 1-5 %
Golongan B : Kadar etanol 5-20 %
Golongan C : Kadar etanol 20-45 %
- Inhalasi
Gas hirup dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organik yang terdapat di berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagainya.
Tembakau
- Zat adiktif yang mengandung nikotin dan banyak digunakan di masyarakat.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari penggunaan narkoba dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu :
A. Golongan depresan (Downer)
Mengurangi aktifitas fungsional tubuh, sehingga membuat penggunanya menjadi tenang dan membuat tertidur bahkan bias tak sadarkan diri. Contoh: Opioda (Morfin , Heroin, dan Codein), Sedative (penenang), Hipnotik (obat tidur), dan Tranquilizer (anti cemas)
B. Golongan stimulan (Upper)
Merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan gairah kerja, pada golongan ini membuat pengguna menjadi aktif, segar, dan bersemangat. Contoh : Amphetamine (Shabu, Ekstasi) dan Kokain
C. Golongan halusinogen
Membuat penggunanya berhalusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran sehingga perasaan dapat terganggu. Contoh : kanabis (Ganja)
4. Upaya Pemerintah Menghapus Penggunaan Narkoba Ilegal di Indonesia
Dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika dilakukan dengan konsep, metode, dan strategi pembangunan jaringan masyarakat anti Narkotika, yang difokuskan pada enam sasaran pencegahan, yaitu lingkup Sekolah atau Kampus, tempat kerja, masyarakat, pemerintah, keluarga dan profesi. Sedangkan metode yang digunakan dalam mendukung program pencegahan Narkotika diantaranya:
A. Metode promotif, dengan tujuan agar masyarakat peduli terhadap bahaya penyalahgunaan Narkotika.
B. Metode advokasi, yang ditujukan kepada
para petugas di instansi pemerintah, LSM,
maupun swasta, guna membekali kemampuan taktis maupun teknis dalam rangka mencegah penyalahgunaan Narkotika dan menangkal beredarnya Narkotika.
C. Metode pemberdayaan marsyarakat, hal ini dimaksudkan untuk menggali potensi dan kreativitas masyarakat dengan membekali kemampuan dan keterampilan pencegahan terhadap penyalahgunaan Narkotika (Joewana, 2006).
Dalam mengaplikasikan ketiga metode tersebut, perlu pendekatan yang humanis dan entertainable, artinya dilaksanakan secara jujur, spontan, seperti apa adanya dan bersifat menghibur. Ketika metode tersebut disampaikan kepada para peserta yang mengikuti program pencegahan, mereka tidak bosan dan merasa enjoy, diharapkan mereka juga menemukan sendiri semangat untuk memberantas peredaran gelap Narkotika.
Peran media masa sangat penting, karena dapat menyampaikan pesan-pesan tentang bahaya penyalahgunaan Narkotika dilingkungan masyarakat.
Selain itu, yang memiliki peran dalam upaya ini adalah aparat penegak hukum, dimana aparat penegak hukum yang tegas akan menjadi salah satu kunci keberhasilan memberantas kasus penyalahgunaan Narkotika.
5. UU Narkotika (UU No.35 Tahun 2009)
Undang Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika membedakan pelaku pidana narkotika menjadi 2 yaitu :
Pengedar narkotika. meliputi : orang yang secara melawan hukum memproduksi narkotika; menjual narkotika; mengimpor atau mengekspor narkotika, melakukan pengangkutan (kurir) dan melakukan peredaran gelap narkotika.
Pengguna narkotika, dibedakan menjadi 2 yaitu pecandu narkotika dan penyalah guna narkotika. Pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika dan memiliki ketergantungan terhadap narkotika baik secara fisik maupun psikis. Sedangkan penyalah guna narkotika adalah orang secara melawan hukum, aktif menggunakan narkotika.
Hukuman pidana bagi pengedar narkotika diatur dalam pasal 111, 112, 113, 132 Undang Undang Nomor 35 tahun 2009, tentang Narkotika, dengan hukuman kurungan penjara minimal 4 tahun dan maksimal hukuman mati, serta hukuman pidana berupa denda maksimal hingga 10.000.000.000,-
Sedangkan hukuman pidana bagi pengguna narkotika diatur dalam pasal 127 dengan hukuman penjara maksimal 4 tahun, hukuman pidana denda maksimal 10.000.000.000. Pengguna narkotika juga berhak untuk melakukan rehabilitasi untuk penyembuhan dari ketergantungan terhadap narkotika.
6. Alur Pelaporan Narkoba (P4GN dari BNN)
7. Rehabilitasi Pengguna Narkoba
Rehabilitasi narkoba adalah cara untuk memulihkan pengguna agar terbebas dari narkoba. Memang proses rehabilitasi ini memerlukan waktu yang tidak sebentar. Terlebih jika pasien tersebut telah kecanduan narkoba dalam waktu lama.
A. Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi), tahap ini pecandu diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik dan mental oleh dokter terlatih. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk mengurangi gejala putus zat (sakau) yang ia derita. Pemberian obat tergantung dari jenis narkoba dan berat ringanya gejala putus zat. Dalam hal ini dokter butuh kepekaan, pengalaman, dan keahlian guna memdeteksi gejala kecanduan narkoba tersebut.
B. Tahap rehabilitasi nonmedis, tahap ini pecandu ikut dalam program rehabilitasi. Di Indonesia sudah di bangun tempat-tempat rehabilitasi, sebagai contoh di bawah BNN adalah tempat rehabilitasi di daerah Lido (Kampus Unitra), Baddoka (Makassar), dan Samarinda. Di tempat rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai program diantaranya program therapeutic communities (TC), 12 steps (dua belas langkah, pendekatan keagamaan, dan lain-lain.
C. Tahap bina lanjut (after care), tahap ini pecandu diberikan kegiatan sesuai dengan minat dan bakat untuk mengisi kegiatan sehari-hari, pecandu dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja namun tetap berada di bawah pengawasan.
Dalam penanganan pecandu narkoba, di Indonesia terdapat beberapa metode terapi dan rehabilitasi yang digunakan yaitu :
A. Cold turkey; artinya seorang pecandu langsung menghentikan penggunaan narkoba/zat adiktif. Metode ini merupakan metode tertua, dengan mengurung pecandu dalam masa putus obat tanpa memberikan obat-obatan. Setelah gejala putus obat hilang, pecandu dikeluarkan dan diikutsertakan dalam sesi konseling (rehabilitasi nonmedis). Metode ini bnayak digunakan oleh beberapa panti rehabilitasi dengan pendekatan keagamaan dalam fase detoksifikasinya.
B. Metode alternatif
Terapi substitusi opioda; hanya digunakan untuk pasien-pasien ketergantungan heroin (opioda). Untuk pengguna opioda hard core addict (pengguna opioda yang telah bertahun-tahun menggunakan opioda suntikan), pecandu biasanya mengalami kekambuhan kronis sehingga perlu berulang kali menjalani terapi ketergantungan. Kebutuhan heroin (narkotika ilegal) diganti (substitusi) dengan narkotika legal. Beberapa obat yang sering digunakan adalah kodein, bufrenorphin, metadone, dan nalrekson. Obat-obatan ini digunakan sebagai obat detoksifikasi, dan diberikan dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan pecandu, kemudian secara bertahap dosisnya diturunkan.
Keempat obat di atas telah banyak beredar di Indonesia dan perlu adanya kontrol penggunaan untuk menghindari adanya penyimpangan/penyalahgunaan obat-obatan ini yang akan berdampak fatal.
A. Therapeutic community (TC); metode ini mulai digunakan pada akhir 1950 di Amerika Serikat. Tujuan utamanya adalah menolong pecandu agar mampu kembali ke tengah masyarakat dan dapat kembali menjalani kehidupan yang produktif. Program TC, merupakan program yang disebut Drug Free Self Help Program. program ini mempunyai sembilan elemen yaitu partisipasi aktif, feedback dari keanggotaan, role modeling, format kolektif untuk perubahan pribadi, sharing norma dan nilai-nilai, struktur & sistem, komunikasi terbuka, hubungan kelompok dan penggunaan terminologi unik. Aktivitas dalam TC akan menolong peserta belajar mengenal dirinya melalui lima area pengembangan kepribadian, yaitu manajemen perilaku, emosi/psikologis, intelektual & spiritual, vocasional dan pendidikan, keterampilan untuk bertahan bersih dari narkoba.
B. Metode 12 steps; di Amerika Serikat, jika seseorang kedapatan mabuk atau menyalahgunakan narkoba, pengadilan akan memberikan hukuman untuk mengikuti program 12 langkah. Pecandu yang mengikuti program ini dimotivasi untuk mengimplementasikan ke 12 langkah ini dalam kehidupan sehari-hari.
Daftar Pustaka
1. https://www.klikdokter.com/info-sehat/kesehatan-umum/kenali-golongan-dan-jenis-narkotika
2. https://kuningankab.bnn.go.id/golongan-narkoba/
3. Mahaputra,Ida Bagus Gede Bawa, Anak Agung Sagung Laksmi Dewi, dan Luh Putu Suryani. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika. Jurnal Analogi Hukum, 4(3) (2022) : 311–315.
4. https://rehabilitasi.bnn.go.id/public/news/read/267
5. https://bandungkota.bnn.go.id/apa-itu-rehabilitasi-narkoba-3/
6. https://munakab.bnn.go.id/narkotika-sanksi-hukumnya/